The Aboriginal people








POS BELATIM, GUA MUSANG. (2nd-6th March 2020)


The Aboriginal people, orang asli Malaysia. 

They don't have the best of everything, but it's enough to keep them living. Living in the middle of the woods with no education, not even books for children to learn. Not enough medications to treat those in need. Rice, cassava and salt everyday. Condensated milk with water for babies and infants. They need to travel six to eight hours just to reach hospital, school, mosque and groceries store. It's heartbreaking knowing that most of them remain as non religious. They believe that life definitely ends at death, that there is no afterlife and no divine plan. Imagine living with no God for them to rely on in time of difficulties. 

Untuk diri ini, Alhamdulillah untuk setiap nikmat yang mungkin lupa untuk disyukuri. Nikmat kesihatan, keluarga, makanan, dan nikmat kebendaan yang tak pernah putus dari Allah. Nikmat mengenal Allah sebagai tempat sandaran dan bergantung harap. Nikmat mengenal islam dan alquran sebagai neraca untuk terus hidup. Nikmat atas nikmat yang seringkali dikufuri.

The best thing about being an orang asli, kerajaan akan usaha macam mana pun untuk cari and bantu. Cari siapa yang mengandung, try untuk provide the best care for all pregnant mothers. Make sure semua beranak di hospital, pergi appointment. Kalau patient hilang tiba2, call sampai dapat, advice untuk datang hospital. Kalau masih refuse and tak muncul2, kita masuk kampung cari sampai jumpa. Kalau masuk hospital, and AOR discharge (read: discharge atas risiko sendiri) no hal, appointment date kita bagi. Ubat kita supply. Kalau patient tak datang appointment, kita hantar team pergi rumah dia buat home visit. Taknak makan ubat, takda masalah. Kita DOTs therapy kan dia setiap hari, monitor dia and make sure compliant to medications. Hati mereka kena jaga, kena pastikan dorang selesa selagi dalam jagaan kita. Masuk pos dua kali sebulan takda hal, naik kereta four wheeler enam hingga lapan jam perjalanan macam nak tercabut jantung lalu jalan debu, jalan licin berselut lalu tepi gaung silap haribulan innalillah, rentas atas sungai, tayar selalu stuck dalam lumpur takda masalah. Tidur dalam pondok kalau hujan air menitik2 jatuh atas muka pun kita redha. Masuk tandas depan kubur lawan rasa takut dan seram pun kita pasrah. Untuk apa? For them, untuk mereka dapat hak mereka. To provide the best care and treatment possible for them.


Merefleksi diri sendiri dengan mad'u. Kalau orang asli menjauh, kita beriya2 nak kejar. Tapi bila adik2 usrah lari, ada tak kita kejar sampai lubang cacing. Adik duduk jauh dari medan, sejauh mana murobbi sanggup redah jalan jauh semata2 nak make sure adik okay di rumah. Adik futur dan taknak datang usrah, sabar tak murobbi nak melayan kerenah dan berharap adik kembali ke jalan hidayah. Adik defaulted wasilah, murobbi usaha tak untuk topup apa yang dia miss dalam wasilah tu. Adik AOR discharge dari jalan dakwah dan tarbiyah, kita consult and tanasuh dia sebaiknya tak untuk pastikan dia fikir kembali dan sentiasa memilih jalan yang benar. Atau murobbi seringkali putus asa dan mengharapkan Allah yang menjaga tanpa apa2 usaha. Berapa banyak alasan yang kita dah beri pada Allah untuk tidak bersungguh? Kerja doktor mampu buat, tapi kerja daie masih bermalas-malasan. Allahumma faghfirlana ya Allah

Returned home with unsettled feelings. Tak sempat tinggalkan jejak di tempat itu, I will definitely come back for them inshaAllah. Moga Allah lindung dan beri kecukupan kepada mereka ❤

Comments